Krama Bungaya Bikin Persembahan 7 Dangsil 18 Meter, Gubernur Terharu

beritabali.com

Karangasem, Baliterkini.com - Prosesi yang berlangsung sehari penuh sejak pagi hingga malam tersebut ditandai peng-arakan 7 dangsil (sarana upacara yang dibuat bertingkat tingkat) ukuran besar dengan tinggi kisaran 10-18 meter.

Sebetulnya, ada 47 dangsil yang dipersembahkan, dengan tujuan untuk memohon kemakmuran. Namun, hanya 7 dangsil di antaranya berukuran tinggi besar. Ketujuh dangsil yang tingginya ada mencapai 18 meter tersebut diarak ribuan krama dari depan Pasar Desa Bungaya menuju Pura Penataran. Tujuh dangsil tinggi-besar itu diarak secara berurutan, masing-masing Dangsil Nungnungan, Dangsil Desa (yang khusus dinaiki panglingsir Puri Karangasem AA Mudita), Dangsil Dalem (khusus dinaiki Ida Dalem Semarapura), Dangsil Sanekauh, Dangsil Puseh, Dangsil Penguhung, dan Dangsil Susuan.

Pengarakan dilakukan ribuan krama dengan dibantu kekuatan bathin dari De Kubayan Wayan, pemimpin spiritual tertinggi di Desa Pakraman Bngaya. Tujuh dangsil tinggi besar itu diarak dari Pura Bale Agung untuk kemudian distanakan di Pura Penataran. Usai pengarakan dangsil, diakhiri muspa bersama yang diantarkan empat pamangku desa. Prosesi itu berlangsung dari pagi hingga malam mulai dari Pura Bale Agung menuju Pura Penataran.

Puncak prosesi Ngusaba Dangsil kemarin dimulai sejak pagi pukul 06.00 Wita, di mana 579 daha teruna (muda mudi) ngaturang ambu (daun aren muda) untuk digunakan menghias palinggih sajebag Desa Pakraman Bungaya. Disusul mempersembahkan upakara titi mahmah di Pura Bale Agung. Titi mahmah itulah yang dilewati Ida Batara Kabeh untuk melakukan upacara masucian ke Pura Penataran sejauh 400 meter ke arah barat.

Upacara masucian itu juga dipuput empat pamangku desa: Jro Mangku Puseh, Jro Mangku Maospahit, Jro Mangku Bukit, dan Jro Mangku Jawa. Seluruh krama desa dari 13 banjar adat ikut muspa. Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri juga ikut berbaur. Mereka mengenakan pakaian adat khas Desa Pakraman Bungaya, yakni tanpa busana atas.

Usai Ida Batara Kabeh masucian, kembali kairing ke Pura Bale Agung. Saat itulah 579 daha teruna ngiring Ida Batara Bagus Selonding ke Pura Penataran. Mereka mengenakan busana khas Desa Pakraman Bungaya, di mana yang teruna (laki-laki) menyelipkan keris, sementara para daha (perempuan) memakai gelung.

Setibanya di Pura Penataran, para daha teruna menyuarakan (menabuh) Ida Batara Bagus Selonding. Sedangkan penyarikan desa, Dea Salah Sukardi, menyuarakan kober lanang wadon. Habis itu, barulah 7 dangsil tinggi-besar diarak dari depan Pasar Desa Bungaya ke Pura Penataran. Sedangkan 40 dangsil lainnya dengan tinggi rata-rata hanya 1 meter, merupakan Dangsil Taksu yang spesial dibuat untuk ngempet dan berjaga-jaga, bertujuan agar perjalanan 7 dangsil besar lancar menuju Pura Penataran. Setelah 7 dangsil besar distanakan di Pura Penataran, barulah 40 Dangsil Taksu berhenti ngempet (menjaga wilayah perbatasan). Kemudian, seluruh daha teruna melaksanakan manda (menari), sedangkan prajuru desa ngaturang kaos (sesajen) kepada Ida Batara Kabeh.

Kelian Kerta Desa Bungaya, I Gede Krisna Adhi Widana, mengatakan ada sis unik dari seluruh dangsil yang ada. Dangsil Dalem setinggi 18 meter dikerjakan selama 12 jam. Pengerjaannya mulai dari memotong kayu Durian, terbagi lima, ditata, kemudian dipasang hiasan daun andong, kayu sugih, kayu murip, dan sebagainya. “Inilah keajaibannya, mulai dari menebang pohon Durian, hingga tuntas, hanya butuh waktu 12 jam, karena kehendak Ida Batara Bagus Selonding,” ungkap Krisna Adi Widana.

Karya Ngusaba Dangsil merupakan upacara sakral terbesar di Desa Pakraman Bungaya. Bahkan, upacara ini disebut sebagai tradisi Ngusaba tertua di Bali. Ketua Panitia Pelaksana Ngusaba Dangsil Desa Pakraman Bungaya, IB Jungutan, menjelaskan salah satu ciri utama upacara ini, selaian menstanakan 7 dangsil ukuran besar, juga ada pelantikan daha teruna (mudi muda) baru. Kali ini, ada 579 daha teruna yang dilantik, setelah melalui serentetan upacara.

“Upacara Ngusaba Dangsil biasanya digelar ketika daha teruna mulai berkurang karena sudah menikah atau hal lainnya. Daha teruna tidak boleh sampai habis, karena mereka ayah-ayahan (tanggung jawab) yang sangat penting di Desa Pakraman Bungaya,” ungkap IB Jungutan saat memberikan laporan di hadapan Gubernur Pastika, Senin kemarin. Ngusaba dangsil terakhir kali sebelum nya dilaksanakan krama Desa Pakraman Bungaya tahun 2002.

Sementara itu, Gubernur Pastika mengaku sangat terharu dengan antusiasme krama di Desa Pakraman Bungaya dalam mengikuti karya Ngusaba Dangsil. “Saya merasa ada di rumah sendiri melihat semangat-semangat mereka. Ini upacara yang sangat sakral dan tidak banyak ada, sehingga upacara ini jangan sampai terlewatkan,” ujar Gubernur Pastika.

Sedangkan budayawan Prof Dr I Made Bandem, yang juga hadir dalam upacara tersebut, mengaku terkesan atas prosesi unik Ngusaba Dangsil di Desa Pakraman Bungaya. “Ini merupakan perpaduan karya seni, budaya, kebersamaan, disiplin, dan penyatuan semangat spiritual,” ujar mantan Rektor ISI Denpasar ini. [BTcom / NusaBali.com]


TAGS :

Related Articles

- Pesona Pagi di Sangkaragung, Bersepeda Menyusuri Warisan Penenun Songket

- Gambaran Video Ritual Pernikahan di Bali yang Sederhana dan Autentik

- Krama Istri Panjat Pinang, Tradisi Unik dalam Karya Agung di Desa Pulukan

- Tirta Kamandalu: taking a nectar of life in the middle of the ocean

- Joged Tabanan Vs Jembrana rocked the audience in Pengeragoan

Komentar