Kepuh Agung, Kokoh Menjulang dan Magis
Mangupura, Baliterkini.com - Pohon Kepuh ( Java Olive ) juga disebut Kepuh Agung sebenarnya bukan Pura, melainkan pohon tua yang dikeramatkan yang dikelilingi Pelinggih. Menurut sejumlah kalangan diperolah informasi bahwa keberadaan pohon kepuh ini telah ada ratusan tahun. Sampai saat ini pohon kepuh ini tumbuh kokoh di sekitar wilayah Tuban, Badung memancarkan pengaruh spiritual berkesinambunngan.
Kepuh Agung juga dinamai oleh pemangku setempat dengan sebutan lebih halus Taru Agung. Kepuh ini sangat familiar bagi umat Hindu yang sering melintas. Keberadaan Kepuh Agung berada dari kawasan terminal cargo domistik. Sebelum adanya proyek pengembangan kawasan bandara, kepuh paling sering dilewati kendaraan karena berlokasi di dekat pintu masuk bandara. Sejak dulu memang banyak yang singgah menghaturkan persembahan memohon keselamatan.
Perluasan bandara yang sudah rampung tidak menyurutkan niat umat untuk melakukan persembahyangan di sini. Tidak hanya dari pegawai Angkasa Pura I yang rutin terlihat bersembahyang, ada juga para sopir taxi yang silih berganti singgah dan menghauturkan sesaji dilanjutkan dengan duduk menghadap pelinggih di sisi selatan.
Pengempon sekaligus Pemangku Pelinggih Kepuh Agung, I Gusti Made Gina, 82 tahun, mengatakan pohon ini sarat akan nilai spiritual. Pohon yang memiliki panjang sekitar 20 meter dengan diameter 4 meter ini pada bagian bawah diselimuti kain bermotif kotak-kotak dipadu warna hitam putih. Ada sejumlah pelinggih yang mengitari batangnya dan berada sejak buyut masih hidup, “ Saya sudah tahu ada pohon ini sejak buyut masih hidup, mereka sempat mengatakan jika ini dulunya adalah hutan belantara, “ ujar Made Gina.
Masih menurut Pemangku, pohon keramat konon dilindungi oleh dua ekor ular, ular loreng dan ular buntut. Atas keberadaan ular tersebut, tepat di sisi utara dibuatkan Pelinngih sebagai wujud rasa bakti. Kemudian di bagian timur ada stana dari Ratu Niang Lingsir Sakti, dan dibagian selatan merupakan stana dari Ratu Manik Segara, kemudaian dibagian barat stana dari Widiadara dan Widiadari, “ Seluruh umat umumnya bersembahyang di Ratu Manik Segara dan yang lainnya lebih mengkhusus, misalkan kalau ada bayi malam cengeng, bias memohon di Pelinggih barat, kalau minta kesembuhan di Pelinggih bagian timur, “ terangnya.
Keberadaan Pelinngih di sekitar batang, selain memiliki aura magis juga Nampak eksotis dengan bentuk akar yang menyerupai ruang melindungi keberadaan Pelinggih-Pelinggih tersebut. Masih disekitaran pohon juga terdapat kolam mini berisi ikan hias. Pohon ini dikelilingi oleh tembok penyengker, kecuali dibagian selatan karena sebagai akses melakukan persembahyangan.
Saban hari ada saja orang yang melakukan bersembahyang, apalagi di pagi hari, umumnya karyawan sebelum bekerja melakukan persembahyangan sebelum memulai aktivitas kerja. Umat yang datang umumnya membawa canang, berisi jajan, kopi atau permen, dan rokok. Tidak ada syarat khusus untuk melakukan persembahyangan di sini.
Untuk para umat yang berpakaian bias, disediakan selendang agar persembahyangan lebih rapi.
Saban hari, selain Pemangku ada juga petugas yang menemani umat bersembahyang, dan mereka masih dalam satu keluarga dari Pemangku. Mereka bertugas silih berganti melayani umat yang datang. Dan jika bertepatan dengan hari raya besar di Bali, pohon ini akan ramai didatangi umat.
Terlepas dari aura magis, Kepuh Agung juga memiliki kaitan dengan aktivitas tentara Jepang dimasa penjajahan dulu. Pohon ini dulu sangat berjasa sebagai pengintai musuh tentara Jepang. Jejak ini dibuktikan Jero Mangku dengan ditemukannya sejumlah kerangka kayu yang masih tersisa di sekitar batang pohon.
Namun lantaran termakan usia, tangga- tangga itu rontok dan sempat tersisa hanya bagian anak tangga sebesar paha orang dewasa. “ Menurut sejumlah peninggalan, pohon ini digunakan oleh tentara Jepang sebagai titik pemantauan ke arah laut, mengamati kapal dari musuh, tangga- tangga ini habis sekitar tahun 1965, “ imbuh Mangku Made Gina yang menjadi Pemangku sejak tahun 1980.
Cerita lain yang tidak bisa dilupakannya, pohon yang memberi keteduhan dikala siang ini sempat ditebang oleh banyak orang. Seingatnya sudah ada 10 orang berupaya menebang dengan berbagai alas an dan beragam imbalan. Alasan yang paling jelas diingat, ketika adanya pembangunan sejumlah menara di sekitar bandara, entah karena apa, mereka tidak berhasil menumbangkan pohon ini, kendati segala perlengkapan upacara telah disiapkan sebanyak satu mobil colt, namum upaya itu akhirnya sia-sia.
Ada juga kenangan lain yang sempat disaksikannya sendiri, upaya penebangan selalu gagal dimana gergaji mesin tak bergerak seperti nyangkut diantara batang, bahkan ada juga yang mengggunakan kapak, bekas kapak pun masih ada hingga sekarang.
Pohon Kepuh Agung, seakan memberi suasana teduh melengkapi keberadaan Bandara I Gusti Ngurah Rai yang selalu bising oleh deru pesawat yang dating silih berganti. Di balik kekokohannya tersirat berbagai legenda, sehingga Kepuh Agung tetap menjadi pintu spiritual sebelum melaksanakan wujud dharma dalam berkarya. Hingga saat ini masyarakat tak berani melupakan keberadaannya. [BT]
Related Articles
- Warisan Suci Pura Batu Kursi, Kisah Keramat dari Buleleng
- Spiritualitas dan Savana di Bukit Pura Batu Kursi
- The Ancient Whispers: The Seven-Century Saga of the Kayu Putih Tree in Bali
- [PHOTO] Pura Segara Rupek: Sebuah Cerita Eksotisme dan Kebersamaan
- Ornamen Tugu di Cartagena, Ilusi Levitasi yang Memukau