Nasi Sela Ibu Agus
Badung, Baliterkini.com - Masyarakat bali zaman dulu hampir merata pernah merasakan namanya Nasi Cacah Sela. Nasi Cacah Sela tak lain hanyalah campuran nasi putih dan parutan singkong. Nasi Cacah Sela baru bisa dikonsumsi setelah melalui proses pengeringan dari paparan sinar matahari. Dulu, Nasi Cacah Sela biasa ditemui di halaman rumah penduduk desa. Orang tua jaman dulu memilih mengkonsumsi Nasi Cacah Sela untuk mengehemat ketersediaan beras di masa itu.
Kini, seiring kemajuan jaman dan pertumbuhan ekonomi, Nasi Cacah Sela sudah tidak bisa ditemui lagi, keberadaannya sekarang cukup dikenang. Dewasa ini, kerinduan tersebut dapat terobati dengan adanya Nasi Sela tanpa proses pengeringan atau dijemur. Nasi Sela memiliki cita rasa agak mirip dengan Nasi Cacah Sela, rasanya manis dibandingan nasi biasa, karena campuran ketela rambat tersebut.
Sebuah warung sederhana berdinding anyaman bambu getol menjual Nasi Sela berdiri diantara hingar bingar pariwisata bali. Lokasinya tepat disebelah barat halaman sekolah Politehnik Negeri Bali, tepatnya di Jalan Uluwatu, Ungasan. Posisinya hanya berbatasan dengan sebuah warung modern yang berbeda dari segi bangunan. Menu yang ditawarkan bervariatif, mulai dari nasi putih, ketupat dan nasi sela.
Lauk yang tersedia pun juga beragam mulai dari sayuran, gorengan, dan ikan atau daging yang dikemas dalam plastik berukuran setengah kilogram. Semua lauk yang dikemas ini harganya serba seribu. Selain lauk dalam kemasan, ada pula menu handalan lainnya, antara lain aneka olahan sate ikan dan sate babi yang dipanggang langsung.
Diwarung berukuran 5 x 15 meter ini akan terasa aroma asap dari tungku pemanggangan sate. Asap ini akan berbaur, membumbung dengan udara yang ada di warung modern yang hanya berbatasan dengan tembok setinggi orang dewasa. Di warung inilah Nasi Sela dalam bungkus kertas disajikan dengan piring anyaman. Lauk peneman bisa dengan sate ataupun lauk dalam kemasan plastik yang sudah tertapa di atas meja. Pembeli hanya tinggal memilih aneka lauk yang tersedia diantara tusukan sate yang masih hangat dari pemanggangnya. Bagi yang suka pedas, Nasi Sela dapat dihiasi dengan sambal tomat.
Sosok penjual dibalik warung tradisional ini adalah Ibu Agus. Warung tanpa nama ini berdiri sejak empat tahun. Lebih dulu berdiri di atas tanah kosong, menyusul kemudian warung modern yang berada tepat disisi kanan. Dari lahan kontrakan ini, ide menjual Nasi Sela lantaran karena iseng.
“ Semua menu awalnya hanya iseng – iseng, lantas banyak yang suka Nasi Sela. Sampai sekarang pun tetap menjual Nasi Sela selain Nasi Putih dan Tipat, “ ujar ibu dua anak ini.
Dalam sehari, ia dapat menjual satu keranjang nasi Sela yang isinya 25 bungkus. Untuk menghasilkan 25 bungkus Nasi Sela, dibutuhkan 1 kilogram ketela rambat dan satu setengah kilogram beras. Potongan ketela sebelumnya dibentuk kecil lantas dicampur dalam nasi putih. Proses pematangan, dengan cara dikukus.
Warung yang buka dari pukul 10 pagi sampai 6 sore ini telah memiliki banyak pelanggan. Lokasinya yang dekat dengan kampus membuat sejumlah anak muda dari mahasiswa, pekerja parwisata, serta orang asing menjadi pelanggan. Orang asing yang menetap lama di bali lebih suka memilih sate babi. Adapaun yang datang dapat dibungkus langsung dan ada pula disantap langsung. Karena disini juga tersedia dua meja yang berkapasitas masing – masing 10 orang.
Harga dalam tiap bungkus nasi Sela hanya Rp 3000 tanpa lauk ataupun sayuran. Selesai bersantap, pelangggan juga bisa memilih beberapa irisan buah segar yang juga dalam kemasan plastik. Nah, bagi anda yang kebetulan ingin jalan – jalan ke bali selatan, tidak salahnya mencoba Nasi Sela di warung berdinding gubuk yang bertetangga dengan warung modern. [BT]
Related Articles
- Kuliner Laut yang Memikat di Restoran Ta Chalkina Yunani
- Menghindari Sial, 7 Makanan yang Harus Dihindari Saat Perayaan Imlek
- Durian lovers, rejoice! Jembrana offers the best of the “King of Fruits”
- Pantai Yeh Leh: Memburu Rumput Laut Sebagai Pangan Sederhana
- Babi Guling, completely non halal in Bali